KIEV, KOMPAS.com - "Dancing like butterfly, stinging like a bee." Itu memang gambaran untuk petinju legendaris, Muhammad Ali. Ia menari seperti kupu-kupu dan menyengat seperti lebah. Bahkan, petinju-petinju tangguh pun sanggup ia taklukkan.
Gambaran seperti itu rasanya bisa disematkan kepada timnas sepak bola Spanyol. Negara dari kawasan Iberia ini menari dengan permainan tiki-taka, terkesan lembut atau lemah gemulai seperti gerombolan kupu-kupu memburu bunga. Tak ada kesan garang pada gerakan atau wajah-wajah para pemain. Namun, mereka menyengat seperti tawon. Tajam dan menyakitkan.
Dan, Italia yang tak pernah dikalahkan Spanyol dalam waktu normal sejak 1920, akhirnya tumbang juga. Bahkan, tarian Spanyol itu membuat gawang Gianluigi Buffon tersengat empat kali oleh aksi David Silva, Jordi Alba, Fernando Torres, dan Juan Mata.
Bergerak dan mengumpan secara cerdas. Itulah salah satu ciri khas sepak bola Spanyol saat ini yang disebut-sebut berakar dari Barcelona. Dan, memang itu yang ditekankan La Masia (akademi sepak bola Barcelona) dalam mendidik anak asuhnya. Setelah semua dasar teknik dikuasai, para pemain hanya diminta berpikir cerdas untuk bergerak dan mengumpan secara cerdas, kemudian menyelesaikan serangan dengan cerdas pula.
Itulah yang diadopsi timnas Spanyol, hingga didominasi para pemain Barcelona seperti Xavi Hernandez, Andres Iniesta, Pedro Rodriguez, Sergio Basquet, Cesc Fabregas, dan Gerard Pique. Bahkan, formasi timnas Spanyol pun sama dengan Barcelona, yakni 4-3-3. Namun, pemain dari klub lain pun tetap bisa menyatu dalam irama dan filosofi yang sama.
Dengan gaya permainan sepak bola seperti itu, mereka selalu mendominasi permainan. Itu pula salah satu kekuatannya. Bagi Spanyol, penguasaan bola adalah awal dari sebuah kesuksesan permainan. Kehilangan bola sama halnya awal dari bahaya.
Filosofi itu pula yang dipegang Pelatih Vicente del Bosque. Maka, dia membuat gebrakan cukup mengejutkan di Piala Eropa 2012 ini. Pada pertandingan pertama lawan Italia di penyisihan Grup C, ia tak memakai striker sejak awal. Tujuannya agar Spanyol mampu menguasai lini tengah yang sangat vital, juga mampu mendominasi penguasaan bola.
Lini depan dia isi tiga gelandang. Cesc Fabregas berperan sebagai "Nomor 9 Palsu" atau striker tipu-tipuan. Hasilnya, Spanyol ditahan Italia 1-1. Lalu, publik mengkritik strategi yang kemudian disebut dengan formasi 4-6-0 karena tak memakai striker murni tersebut.
Del Bosque bergeming. Di final ketemu lawan yang sama, Italia, ia memakai strategi yang sama. Spanyol mendominasi permainan dan kemudian menuai buah strategi barunya dengan kemenangan 4-0. Meski striker Fernando Torres akhirnya main di menit ke-74, tapi dasar kemenangan Spanyol dibangun dengan formasi 4-6-0.
"Tipe sepak bola tak hanya satu. Yang terpenting bagaimana mencetak gol," demikian kata Del Bosque memberi alasan.
Jawaban yang masuk akal. Sebab, Spanyol memiliki jajaran gelandang luar biasa yang tak hanya mampu mengkreasi permainan, membantu bertahan, tapi juga menyerang dan mencetak gol. Nama-nama seperti Xavi Hernandez, Andres Iniesta, David Silva, dan Cesc Fabregas merupakan jaminan penguasaan bola dan mereka punya naluri mencetak gol yang bagus. Terbukti, sebelum menurunkan striker murni, mereka langsung unggul 2-0 berkat gol Silva dan bek Jordi Alba.
"Para pemain kami sangat inteligen. Kami memiliki tim yang seimbang. Ada keamanan dalam diri pemain kami. Kami memiliki beberapa striker, tapi kami memutuskan untuk menurunkan pemain dengan kondisi yang terbaik bagi gaya sepak bola kami," tambahnya.
Penguasaan bola dengan tiki-taka, itulah yang diutamakan. Kemudian, dengan kecerdasan pemain, peluang akan lahir. Dan, peluang Spanyol yang dibangun dengan tiki-taka dan umpan one-two, sering melahirkan peluang emas yang bisa diselesaikan pemain tipe apa pun.
Ibarat kupu-kupu, Spanyol punya pola tersendiri dalam menari. Menggunakan teknik tiki-taka, mereka bergoyang dan menggoyang lawan dalam ritmenya. Sering terkesan lemah lembut, tapi pergerakan mereka meyakinkan dan sengatannya tajam seperti lebah dan mematikan.
Spanyol telah membuktikan efektivitas sepak bola mereka. Tiga gelar besar secara berturut-turut menjadi bukti superioritas sepak bola Spanyol. Setelah juara Piala Eropa 2008, mereka menjuarai Piala Dunia 2010 dan kini Piala Eropa 2012. Inilah masa kejayaan tiki-taka ala Spanyol.
Via: Spanyol, "Kupu-kupu" Iberia yang Menyengat
0 comments:
Post a Comment